Saksi Penghubung Zaman bagi Baalawi

Mari kita mulai dari manusia yang hidup pada abad ketujuh

Rumail Abbas
5 min readJan 1, 2024
Al-Thurfah Al-Gharibah karya Al-Marqizi
Sampul risalah Al-Maqrizi: Al-Thurfah al-Gharibah min Akhbar Wadi Hadlramaut Al-’Ajibah (Hikayat Ganjil dari Lembah Hadlramaut yang Menakjubkan), versi khotti

Taruhlah sebelum abad kedelapan tidak diketahui silsilah lengkap Baalawi secara pasti (qath’i), namun: bagaimana Baalawi dikenal sejak abad kedelapan?

Itulah “pertanyaan benar” yang hendak saya jawab dalam tiga tulisan sebelumnya (Baalawi Bukan “Syarif”?; Syarif, Alawi, dan Hasani-Husaini: Benarkah Memiliki Makna Genealogi?; dan Melihat Baalawi pada Abad Kedelapan Hijriyah).

Bukankah menurut Socrates, jika kita menyusun pertanyaan benar, maka separuh jawaban sudah didapatkan?

Bagi saya sangat penting membahas Baalawi abad kedelapan (dan dua abad setelahnya) untuk menepis kemungkinan ada sejarah lain kala kabilah Baalawi dijuluki sebagai syarif, alawi, dan husaini; jika ketiga julukan ini bersifat umum (muthlaq), apa buktinya? Jika ia bermakna spesifik (muqayyad), apa dalilnya?

Artinya, jika berhasil ditemukan silsilah Baalawi pada abad ini sebagai keturunan lempang lelaki Imam Ali ibn Abi Thalib, maka ada selisih 300 tahun kekosongan historis (dari abad kelima hingga kedelapan), bukan 550 tahun seperti yang diyakini para penggugat genealogi Baalawi setahun terakhir.

Al-Janadi & Abu Buraik

Al-Janadi (w. 732 H.) adalah sejarawan yang berkeliling dari Yaman hingga Oman. Sedangkan Abu Buraik (lahir 711 H.) patut diduga sezaman (mu’ashir) dengan Al-Janadi, karena ia berusia 21 tahun kala Al-Janadi wafat, kendatipun tidak diketahui secara pasti keduanya pernah bertemu ataukah tidak (tahaqquq al-liqa’).

Silsilah biologis kabilah Bin Jadid ditulis Al-Janadi sampai pada: Jadid ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Isa ibn Muhammad ibn Ali ibn Ja’far Al-Shadiq ibn Muhammad Al-Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (Al-Suluk, Juz II, hlm. 135–6)

Al-Janadi mengabarkan bahwa kabilah Bin Jadid (dua orang) dan kabilah Baalawi (tujuh orang) merupakan kerabat biologis dari “Trah Abu Alawi” (komunitas keturunan Rasul asal Hadlramaut). Ini artinya, kesembilan orang tersebut secara lempang laki-laki ke atas seharusnya memiliki leluhur bersama (common ancestor) berdasarkan cara orang Arab memperhitungkan nasab keturunannya.

Kala kabilah Bin Jadid dituliskan silsilahnya sampai Imam Ali ibn Abi Thalib, tentu saja kabilah Baalawi pun memiliki jalur silsilah yang sama. Dan atas dasar itulah, julukan alawi, syarif, dan husaini yang tersemat pada nama mereka seharusnya bermakna spesifik (muqayyad): keturunan Imam Ali dari jalur Imam Husain.

Dan menjadi masuk akal jika Abu Buraik, penduduk asli Yaman, kala bertemu Al-Maqrizi (w. 845 H.) memberi julukan Ibrahim ibn Abd Al-Rahman Baalawi dan Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi sebagai alawi, yang berarti keturunan Imam Ali ibn Abi Thalib lempang lelaki.

Al-Maqrizi menukil Abu Buraik tentang hikayat ganjil dari Lembah Hadlramaut
Al-Maqrizi menukil Abu Buraik tentang hikayat ganjil dari Lembah Hadlramaut, Ibrahim Baalawi dan Umar Baalawi diberi julukan “alawi”, dalam Al-Thurfah Al-Gharibah

Namun harus diakui bahwa ini masih teori, karena silsilah biologis kabilah Baalawi tidak Al-Janadi tulis lengkap, sehingga siapapun (termasuk saya) akan kesulitan menemukan siapa “leluhur bersama” tersebut. Dan atas dasar itulah, tentu belum bisa dipastikan apakah kabilah Baalawi benar kerabat biologis lempang lelaki dengan Bin Jadid, ataukah bukan.

Dan bisa jadi julukan alawi yang diberikan Abu Buraik tidak berarti apa-apa, alih-alih sebagai julukan untuk keturunan Imam Ali ibn Abi Thalib, kan?

Umar Baalawi (w. 833 H., yang direportase Abu Buraik)

Jika Abu Buraik bertemu Al-Maqrizi di Mekah pada tahun 839 H., maka dua orang yang ia reportasekan harus hidup sebelum itu (boleh wafat sebelum atau setelahnya, namun yang pasti harus hidup sebelum 839 H.).

Sewaktu Al-Syarji (w. 812–893 H.) masih muda, ia melihat Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi yang sudah sepuh, dan patut diduga ia adalah Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi yang sama yang direportase Abu Buraik kepada Al-Maqrizi di Mekah (Thabaqat Al-Khawash, hlm. 223).

Dan dari sesepuh mereka (Baalawi) adalah Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi. Dia orang saleh, punya keramat. Begitupun ayahnya adalah orang yang saleh. Dikisahkan bahwa ia mendirikan 18 masjid, dan wafat pada tahun 833 H.

Dari sini diketahui bahwa Al-Syarji dan Abu Buraik adalah orang yang sezaman Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi (mu’ashir), bahkan bertemu langsung (tahaqquq al-liqa’).

Kendatipun demikian, Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi adalah manusia yang hidup, remaja, dan dewasa pada tahun 700-an Hijriyah (abad kedelapan hijriyah).

Dan berdasarkan pendapat Al-Syarji sebagai intelektual, kabilah Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi dan kabilah Al-Ahdal merupakan kerabat biologis yang memiliki leluhur bersama sampai Imam Ja’far Al-Shadiq (ibn Muhammad Al-Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib).

Namun sayangnya, silsilah Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi tidak Al-Syarji tulis sehingga kalimat di atas masih teori.

Al-Khatib (w. 855 H.)

Pada tahun 820 H. ia menulis kitab berjudul Al-Jauhar Al-Syafaf (saya hanya memiliki versi khotti yang disalin tahun 1240 H.). Tentu saja ia hidup pada tahun 700-an hijriyah, sezaman dan bertemu Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi yang wafat pada tahun 833 H.

Ia menulis beberapa keramat Umar Baalawi tersebut dan silsilahnya ialah: Umar ibn Abd Al-Rahman ibn Muhammad (Maula Dawileh) ibn Ali ibn Alawi (Juz II, hlm. 111).

Silsilah Umar ibn Abd Al-Rahman yang ditemui Al-Khatib dan Al-Syarji, sezaman dengan Abu Buraik dan direpotase kepada Al-Maqrizi, dalam naskah Al-Jauhar Al-Syafaf

Dan pada musyajjar yang sama, Muhammad Maula Dawileh bersilsilah lengkap: Muhammad Maula Dawileh ibn Ali ibn Alwi ibn Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam ibn Ali ibn Muhammad Shahib Mirbath ibn Ali Khali’ Qasam ibn Alwi ibn Muhammad ibn Alwi ibn Ubaidillah ibn Ahmad Al-Muhajir ibn Isa ibn Muhammad ibn Ali ibn Ja’far Al-Shadiq ibn Muhammad Al-Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib.

Orang yang sama, yaitu Umar ibn Abd Al-Rahman, lewat reportase Abu Buraik dijuluki sebagai alawi dari kabilah Baalawi, dan lewat Al-Khatib direportase silsilah biologisnya sebagai keturunan lempang lelaki Imam Ali ibn Abi Thalib.

Kesimpulan

Berdasarkan sejarawan abad kedelapan dan kesembilan, dan reportase intelektual yang sezaman dengan tokoh Baalawi (sampel: Umar ibn Abd Al-Rahman Baalawi), sangat patut diduga memiliki satu kesepakatan makna bahwa Bin Jadid dan Baalawi merupakan kerabat biologis yang sama-sama alawiyin yang berarti keturunan Imam Ali ibn Abi Thalib.

Dan hampir susah ditolak bahwa pada abad kedelapan hijriyah kabilah Baalawi dikenal sebagai keturunan biologis Imam Ali ibn Abi Thalib lewat jalur Imam Husain, dan setiap julukan syarif, alawi, dan husaini yang disematkan kepada kabilah ini pasti bermakna spesifik (muqayyad).

Ditambah, kehadiran Ibn Hajar Al-’Asqalani (w. 852 H.) yang “mendiamkan” genealogi kabilah ini berarti persetujuan atas ke-sadah-an Baalawi sebagai keturunan Baginda Nabi (akan dijelaskan pada tulisan lain).

Tulisan ini didukung oleh fundraiser TrakTeer: Rumail Abbas (klik)

--

--

Rumail Abbas

Nahdliyin, Historian, GUSDURian, Peneliti Budaya Pesisiran & Resolusi Konflik untuk GUSDURian & Yayasan Rumah Kartini